KABUPATEN Buton merupakan salah satu pintu gerbang utama untuk masuk ke wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Daerah yang memiliki wilayah daratan seluas ± 2.488,71 km2 atau 248.871 ha dan wilayah perairan laut seluas ± 21.054 km2 ini berada di sebelah selatan jazirah Pulau Sulawesi.
Selama kurang lebih 5 tahun pasca pemekaran wilayah, pelbagai kemajuan dan peningkatan telah dicapai dan cukup menggembirakan. Namun, hal itu tidak berarti target capaian kinerja semua pihak telah terpenuhi.
‘’Kita masih dituntut untuk bekerja lebih baik lagi, meningkatkan kinerja kita, terutama kemampuan dan profesionalisme setiap aparatur,’’ aku Bupati Buton, Ir H.L.M Sjafei Kahar.
Beberapa kemajuan yang telah dicapai Kabupaten Buton pasca pemekaran wilayah, dapat dilihat pada pelbagai bidang strategis. Di bidang pembangunan ekonomi, misalnya, perekonomian domestik Kabupaten Buton sejak 2002 hingga 2006 memperlihatkan pertumbuhan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan ekonomi pada 2002 yang mencapai 3,99 %, mengalami peningkatan menjadi 6,94 % pada 2006. Pertumbuhan tersebut terutama didukung oleh sektor pertambangan dan penggalian.
Sesuai data, sektor pertambangan dan penggalian pada 2002 mencapai besaran 5,54 %, dan pada 2006 meningkat menjadi 30,95 %, sementara sektor-sektor lainnya mengalami penurunan dan kenaikan yang fluktuatif.
Seiring dengan itu pula, PDRB perkapita sebagai salah satu indikator tingkat kemakmuran juga meningkat dari tahun ke tahun. PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2002 sebesar Rp 2.635.021,40, meningkat menjadi Rp 4.294.644,21 pada 2006.
‘’Peningkatan kinerja bidang ekonomi tersebut di samping didukung oleh makin lengkapnya sarana dan prasarana perekonomian, serta kerja keras masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya, juga sebagai dampak positif dari pemekaran wilayah yang memungkinkan pemerintah lebih memfokuskan program dan penanganan permasalahan dengan cepat,’’ terang Sjafei Kahar.
Di bidang pendidikan, perkembangan sarana dan prasarana pendidikan pun menunjukkan peningkatan dan kemajuan pada semua tingkatan pendidikan. Pada 2003, jumlah sekolah Taman Kanak-Kanak hanya 57 unit, meningkat menjadi 108 unit pada 2006. Sekolah Dasar (SD) pada 2003 sebanyak 238 unit, meningkat menjadi 246 unit pada 2005. Demikian pula halnya dengan SLTP.
Khusus pendidikan tingkat SLTA, yang semula hanya berjumlah 3 unit SLTA negeri, telah berkembang menjadi 17 unit pada 2006. Perkembangan jumlah unit sekolah tersebut diikuti pula dengan meningkatnya jumlah anak didik.
Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan pendidikan adalah masih minimnya jumlah guru, terutama pada tingkat pendidikan dasar (SD). Walaupun secara rata-rata 8 orang guru per sekolah, namun pada beberapa SD masih ditemukan jumlah guru 3 orang per sekolah.
‘’Semua ini perlu menjadi perhatian kita untuk melengkapinya melalui pengangkatan guru-guru SD yang baru pada setiap penerimaan pegawai,’’ ujar Sjafei Kahar.
Di bidang kesehatan, lanjut Sjafei Kahar, jumlah fasilitas kesehatan, terutama Puskesmas dan Poskesdes, walaupun masih dalam jumlah terbatas dibandingkan dengan jumlah penduduk yang dilayani, namun dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan dan peningkatan.
Pada 2005, jumlah Puskesmas induk 2 unit, meningkat menjadi 25 unit pada 2006, sedangkan Posyandu meningkat menjadi 343 buah, dari semula sebanyak 330 buah.
Sebagai upaya untuk memberikan pelayanan secara merata kepada masyarakat, terutama pada tingkat pedesaan, beberapa Polindes ditingkatkan fungsinya menjadi Pos Kesehatan Desa (Poskendes).
Untuk efektifitas kelancaran tugas, pelayanan kesehatan, masing-masing Puskesmas dilengkapi pula dengan fasilitas kendaraan roda empat yang berfungsi sebagai Puskesmas Keliling yang saat ini berjumlah 18 unit.
‘’Permasalahan yang dihadapi pembangunan bidang kesehatan adalah minimnya tenaga dokter maupun tenaga medis. Sebagaimana halnya dengan permasalahan bidang pendidikan, kekurangan tenaga dokter dan tenaga medis di Kabupaten Buton akan tetap diupayakan melalui penempatan Dokter PTT dan pengangkatan tenaga medis baru pada setiap adanya jatah pegawai baru,’’ tutur Sjafei Kahar.
Sementara itu, anggaran pendapatan Kabupaten Buton tahun anggaran 2007, setelah diadakan perubahan mencapai Rp 380.013.946.000. Yakni terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 9.148.733.000, Dana Perimbangan Rp 361.642.213.000, dan lain-lain pendapatan yang sah Rp 9.223.000.000.
Kontribusi tebesar PAD Kabupaten Buton adalah retribusi daerah yang mencapai Rp 2.368.002.000, sementara yang terkecil jumlahnya adalah pajak daerah, hanya mencapai Rp 814.120.000. Namun demikian, besaran PAD Kabupaten Buton TA 2007 menunjukkan bahwa PAD hanya memberikan kontribusi sebesar 2,41 % terhadap total pendapatan daerah.
Mencermati kondisi PAD tersebut, berarti APBD Kabupaten Buton masih mengandalkan dan tergantung pada dana perimbangan, terutama dana alokasi umum, yang pada 2007 berjumlah Rp 290.634.000.000.
‘’Masih rendahnya angka PAD ini mendorong kita untuk berupaya meningkatkan efektifitas pelaksanaan pajak dan retribusi serta penggalian sumber-sumber pendapatan daerah yang baru,’’ tekadnya.
Mengenai APBD TA 2008, Sjafei Kahar menjelaskan bahwa DPRD Kabupaten Buton telah menetapkan sebesar Rp 444.322.553.000, yang berarti naik 15,4 %, yaitu Rp 381 miliar. Pendapatan Daerah diharapkan dari PAD Rp 10.007.346.000, Dana Perimbangan Rp 433.092.207.000, dan lain-lain pendapatan yang sah Rp 1.223.000.000.
Sedangkan Anggaran Belanja Daerah (ABD) diprioritaskan untuk penanggulangan kemiskinan (mencapai anggaran 18 % dari total anggaran TA 2008); peningkatan sarana dan prasarana pendidikan (sebesar 18,2 % dari total ABD); peningkatan sarana dan prasarana serta derajat kesehatan (8,1 %); serta peningkatan dukungan infrastruktur (31,2 %) dan pelaksanaan good governance (24,5 %).
‘’Program masing-masing SKPD dalam menunjang kebijakan umum anggaran TA 2008 haruslah saling melengkapi dan bersinergi sehingga tercipta suatu kegiatan pembangunan yang komprehensif dan terintegrasi,’’ pungkas Sjafei Kahar. (nining)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar