05 Desember 2008

Tekad Empat Bupati Bentuk Provinsi Baru

RAPAT akbar yang mempertemukan empat kepala daerah di wilayah Buton Raya, yaitu Walikota Baubau MZ Amirul Tamim, Bupati Buton H.L.M Sjafei Kahar, Bupati Wakatobi Ir Hugua, dan Bupati Buton Utara yang diwakili Sekda Drs H La Ode Hasirun, serta anggota DPRD masing-masing daerah, berlangsung di auditorium Palagimata, Baubau, Minggu, 4 Mei 2008.


Pertemuan bersejarah ini disaksikan Wakil Ketua DPD RI Laode Ida, Anggota DPR RI Laode Djeni Hasmar, H Ahmad Saur Panjaitan, Tim Konsultan Depdagri, Anggota DPRD Sultra Dapil Buton Drs Ryha Madi, Drs La Atjeh Amin, Dr Amin Nompo, Rasyid Syawal, Hermanto SH, Biro Pemerintahan Sultra, serta seluruh elemen masyarakat Buton Raya, termasuk mereka yang datang dari perantauan.


Pertemuan tersebut merupakan awal sebuah proses penyatuan persepsi untuk membentuk Provinsi Buton Raya yang sudah lama dinanti-nantikan masyarakat. Dan, keempat pemimpin daerah tersebut menyatakan sepakat dan tekad untuk mempercepat pembentukan Provinsi Buton Raya.


‘’Pertemuan ini merupakan rahmat bagi semua masyarakat Buton Raya, menyambut keinginan masyarakat untuk membentuk provinsi baru,’’ ungkap Bupati Wakatobi, Ir Hugua.


Sebagai bentuk dukungan Kabupaten Wakatobi terhadap pembentukan Provinsi Buton Raya, jelas Hugua, jauh sebelumnya pihaknya sudah mempersiapkan diri sebagai daerah pendukung serta menjadikan Wakatobi sebagai surganya Provinsi Buton Raya, dengan membuka akses pintu ekonomi masyarakat.


Seperti halnya Bupati Wakatobi, Sekda Buton Utara, Drs H La Ode Hasirun, juga menegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat Kabupaten Buton Utara mendukung penuh terbentuknya Provinsi Buton Raya. Hanya saja, pihaknya saat ini masih fokus pada persoalan pembangunan di daerahnya, utamanya mengenai pemindahan ibukota Kabupaten Buton Utara.


Sedangkan Bupati Buton, H.L.M Sjafei Kahar, menyatakan sudah saatnya Buton Raya dimekarkan menjadi sebuah provinsi, sehingga pendekatan pelayanan kepada masyarakat di wilayah ini semakin maksimal dan konsentrasi pembangunan dapat berjalan baik.


Menurut dia, pembangunan yang sangat berbeda jauh antara wilayah daratan dan kepulauan membuat seluruh komponen masyarakat bangkit memperjuangkan pembentukan Provinsi Buton Raya.


‘’Semangat pembentukan Provinsi Buton Raya sudah menjadi komitmen bersama, bukan saja masyarakat di wilayah Buton Raya, namun juga masyarakat Buton di luar daerah, yang sangat merindukan terbentuknya provinsi baru ini,’’ paparnya, seraya menambahkan pihaknya menghormati keputusan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Bombana yang tidak mau bergabung dengan Buton Raya.


Sementara itu, Kabupaten Muna yang juga mengirimkan utusannya dan diwakili Asisten I, Drs La Muda Ronga, menyatakan masih ragu-ragu untuk bergabung dengan Provinsi Buton Raya.


Di antara pemimpin daerah yang menghadiri pertemuan tersebut, Walikota Baubau, MZ Amirul Tamim, secara terang-terangan menyatakan kesiapan daerahnya sebagai ibukota Provinsi Buton Raya, karena semua yang menjadi persyaratan sudah dimiliki oleh Kota Baubau.


Dia menyebutkan, semua potensi yang dimiliki Kota Baubau, mulai dari infrastruktur pemerintahan, aktivitas ekonomi baik melalui pelabuhan laut maupun udara, serta fasilitas lainnya sudah disiapkan untuk menyongsong Buton Raya.


‘’Kota Baubau sangat siap menjadi ibukota Provinsi Buton Raya yang diidamkan masyarakat, dan tidak ada lagi yang bisa menghalangi Buton Raya menjadi sebuah provinsi dan Kota Baubau sebagai ibukotanya,’’ tandas Amirul Tamim.


Janji Leluhur

Bisa jadi, tanpa disadari, perjuangan membentuk Provinsi Buton Raya merupakan salah satu upaya mewujudkan janji leluhur Buton masa lalu, yang menyatakan bahwa suatu saat negeri ini akan menjadi negeri yang disegani. Namun, harapan tersebut akan terwujud jika seluruh pemimpin bersatu padu dan bergandengan tangan memikirkan masa depan negeri dan masyarakat.


Negeri Buton memiliki kekayaan yang melimpah, tetapi masih terkubur di perut bumi. Konon, semuanya akan bermunculan jika seluruh masyarakat hidup rukun dan damai, yang diawali dengan bersatu padunya para pemimpin negeri di jazirah Buton.


Pertemuan bersejarah di Palagimata yang melibatkan tokoh-tokoh penting dari berbagai daerah di jazirah eks Kesultanan Buton dan disaksikan seluruh elemen masyarakat, mungkin salah satu indikasi bakal terwujudnya janji para leluhur.


Sekarang saja, di beberapa daerah telah muncul kekayaan yang terpendam itu. Salah satunya adalah tambang aspal, yang mengangkat nama Buton menjadi terkenal hingga ke daerah lain, bahkan manca negara.


Potensi tambang lainnya yang kini muncul dari perut bumi adalah nikel. Dan, tidak tertutup kemungkinan yang lainnya segera bermunculan pula, misalnya mangan, minyak bumi, batubara, emas, dan uranium. Kesemuanya itu, tentunya menjanjikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat di jazirah Butuuni. (rustam)

Lambusango, Sangat Ideal untuk Petualangan

HUTAN lindung Lambusango di wilayah Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, menjadi kebanggaan bagi masyarakat setempat. Selain memiliki keanekaragaman hayati yang menarik perhatian dunia internasional, juga sangat penting bagi kehidupan masyarakat Buton secara umum karena berperan sebagai sumber mata air.


Terletak pada Garis Wallacea, kawasan Konservasi Hutan Lambusango kaya akan keanekaragaman serta keaslian flora dan fauna endemic. Operation Wallacea yang berpusat di Inggris telah mengembangkan hutan lindung ini sebagai kawasan ecoturism yang berbasis ilmu pengetahuan dan konservasi, di mana setiap tahunnya menjadi laboratorium bagi ratusan mahasiswa mancanegara.


Hutan lindung ini juga dikelilingi oleh laut dengan pemandangan bawah laut yang memesona. Kawasan yang sangat ideal untuk aktivitas petualangan seperti trekking, bird watching, dan camping ini terletak sekitar 60 km dari Kota Baubau dan dapat dicapai dengan kendaraan umum.


Aktivitas ecoturism dengan menggunakan Labundo-bundo sebagai home base, telah mendatangkan wisatawan atau volunteer di bawah Operation Wallacea ratusan orang setiap tahunnya.


‘’Kita harus bangga memiliki hutan Lambusango yang sangat kaya dengan sumber daya hayati yang sangat penting bagi warisan dunia. Dengan melestarikan hutan Lambusango, kita telah turut serta menyelamatkan bumi,’’ terang Bupati Buton, H.L.M Sjafei Kahar.


Pemerintah Kabupaten Buton, papar Sjafei Kahar, sangat mendukung Program Konservasi Hutan Lambusango (PKHL) yang selama ini digagas oleh Operation Wallacea, yang telah memberikan semangat pelestarian hutan Lambusango.


Sayangnya, masih ada juga pihak yang belum sadar akan pentingnya kelestarian. Buktinya, meskipun ada sanksi hukum yang berat bagi yang melakukan pengrusakan hutan Lambusango, namun masih banyak pelanggaran yang terjadi hingga kini.


Untuk itu, Sjafei Kahar memberikan peringatan keras kepada penguasa wilayah, khususnya di kecamatan, serta mengajak semua pihak untuk menjaga dan memperhatikan kelestarian hutan. Orang nomor satu di Kabupaten Buton ini bahkan mengancam akan memberhentikan camat di wilayah yang terjadi kerusakan hutan.


‘’Jika terjadi kerusakan hutan, camat yang berkuasa di wilayah kerusakan hutan itu akan saya nonjob-kan,’’ tegasnya.


Menurut Direktur Operation Wallacea Trus, Dr Edi Purwanto, pelestarian hutan memang membutuhkan kolaborasi dari semua pihak, dan apa yang diungkapkan Bupati Buton itu sebagai wujud keseriusan Pemerintah Kabupaten Buton dalam menjaga kelestarian hutan.


Obyek Wisata Lain

Selain hutan lindung Lambusango, Kabupaten Buton juga menyimpan sejumlah besar obyek dan daya tarik wisata yang cukup memikat, khususnya potensi obyek dan daya tarik wisata budaya serta alam bahari.


Pantai Laompo

Pantai berpasir putih ini terletak di Desa Laompo, Kecamatan Batauga, kurang lebih 28 km dari Kota Baubau, dan dapat dicapai dengan kendaraan umum selama kurang lebih 30 menit.


Sambil bersantai di bawah naungan gazebo, wisatawan dapat menyaksikan atraksi voli pantai atau menikmati sunset, atau mencicipi hidangan khas pantai Laompo yang diyakini berkhasiat bagi kesehatan tubuh, yakni kelapa muda bakar dan ubi jalar.


Bagi wisatawan yang ingin menghabiskan malam di pantai, tersedia akomodasi Graha Wisata.


Kawasan Basilika

Kawasan pengembangan terpadu BASILIKA (Pantai Batauga, Siompu, Liwu Tongkidi, dan Kadatua) memiliki gugusan terumbu karang dan keragaman biodiversity yang terhampar di gugusan pulau-pulau tersebut, termasuk Pulau Batu Atas dan Pulau Kawi-Kawia.


Kawasan BASILIKA saat ini menjadi destinasi wisata unggulan Kabupaten Buton dengan beberapa pertimbangan. Pertama, kondisi terumbu karangnya relatif masih baik dan serupa dengan struktur terumbu karang Wakatobi dan Taka Bonerate yang bersebelahan dengan kawasan ini. Kedua, Basiliki menjadi pilihan lokasi selam bagi divers, selain tujuan selam di Sulsel (Taka Bonerate), Wakatobi ataupun Bunaken.


Liwu Tongkidi

Pulau Liwu Tongkidi merupakan pulau kecil seluas 1.000 km, dengan iklim tropis dan rata-rata curah hujan 2.000 mm/tahun. Pulau ini termasuk dalam kawasan pengembangan Terpadu BASILIKA (Batauga, Siompu, Liwu Tongkidi, dan Kadatua) di Kabupaten Buton.


Pulau kecil yang dikelilingi pasir putih ini memiliki kekayaan bawah laut berupa keanekaragaman terumbu karang dan biota laut yang masih dalam kondisi terjaga dari campur tangan manusia. Pulau ini mudah dijangkau dari Pelabuhan Baubau, sekitar 15 menit dengan speed boat.


Rumah Adat Banua Wolio

Banua Wolio artinya Rumah Adat Buton, yang mempunyai nama berbeda menurut status penghuni yang tinggal di dalamnya. Dalam status sosial kemasyarakatan, Rumah Adat Buton tersebut terbagi atas :


- Kamali atau Malige untuk tempat tinggal Sultan.

- Rumah Pejabat Kesultanan.

- Rumah masyarakat umum.


Rumah ini pada umumnya dibagi menjadi 3 (tiga) ruangan. Masing-masing ruangan memiliki fungsi sebagai berikut :

- Ruang depan untuk tamu laki-laki.

- Ruang tengah untuk tamu perempuan

- Ruang belakang untuk kamar tidur.


Pesta Adat Pekakande-Kandea

Pekakande-Kandea adalah suatu acara tradisional warisan leluhur Suku Buton yang lahir dan bermula sebagai nazar/syukuran dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, khususnya bagi para remaja putri yang zaman dahulu hidup dalam keterikatan adat pergaulan yang tertutup serta didewasakan dengan sopan santun adat yang ketat.


Dalam tradisi unik ini, disajikan beraneka penganan kecil tradisional yang diletakkan di atas sebuah talam besar yang terbuat dari kuningan dan ditutup dengan tudung saji bosara.


Dengan diiringi irama tradisional Kadandio dan Doudouna, pesta dimulai. Tamu-tamu yang hadir mengawali acara makan bersama dengan disuapi penganan oleh remaja-remaja putri yang berpakaian adat dan duduk bersimpuh di sebelah talam.


Seringkali, event ini merupakan ajang promosi remaja-remaja putri untuk mendapatkan jodoh. Selain itu, event ini merupakan arena kebersamaan rakyat untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan dalam hukum adat dan membina hubungan silaturahmi yang penuh keakraban.


Tradisi ini merupakan permainan rakyat yang diatur dengan adat serta tata krama dan sopan santun tertentu yang hingga kini masih eksis dalam kehidupan masyarakat Suku Buton. Pesta adat ini diadakan pada setiap acara Festival Keraton Buton pada 12-13 September.


Tradisi Pusuo

Dalam adat suku Buton, setiap anak perempuan yang akan memasuki usia remaja diwajibkan menjalani tradisi pingitan (Posuo) selama delapan hari delapan malam.


Kegiatan tersebut merupakan sarana dan latihan untuk menempa diri mereka. Nasehat dan pelajaran tentang nilai-nilai etika, moral dan spritual, bekal bagaimana seharusnya seorang wanita berperan, baik sebagai ibu, istri, pendamping suami maupun sebagai anggota masyarakat, diberikan pada saat itu.


Diharapkan dengan kegiatan ini nilai budaya akan tetap lestari bahkan terus meningkat dengan diberikan bobot dan muatan sesuai dengan tuntunan zaman yang dilewatinya.


Seusai proses pingitan, diadakan selamatan dengan mengundang sanak keluarga, kerabat dan handai taulan. Dalam prosesi selamatan ini digelar Tari Kalegoa yang menggambarkan suka duka gadis-gadis Buton dalam menjalani tradisi pingitan tersebut.


Hingga kini tradisi Pusuo masih tetap hidup dan lestari sejalan dengan kehidupan masyarakat suku Buton. (nining)

Hj Salmatiah, Membangun SDM Buton

SAAT menyampaikan laporan dalam perayaan melepas tahun 2007 dan menyambut tahun baru 2008, Bupati Buton Ir H.L.M Sjafei Kahar memuji aktifitas TP PKK Kab. Buton yang tidak sedikit peranannya dalam pembangunan di daerahnya.


Pujian bupati tersebut bukan semata-mata lantaran Ketua TP PKK Kabupaten Buton – Ny Hj Wa Ode Salmatiah Sjafei Kahar - adalah istrinya, tetapi karena memang sudah banyak yang diperbuat Ny Salmatiah bersama jajaran pengurusnya, seperti diakui Hj Wa Ode Nana Zam’a.


Menurut Ketua Pokja II PKK Kabupaten Buton itu, Ny Salmatiah adalah sosok yang ingin membangun dan meningkatkan SDM (Sumber Daya Manusia) di daerahnya. Salah satu upayanya yang sangat menonjol adalah pembangunan gedung Taman Kanak-Kanak (TK) lewat dana PPK di setiap desa.


Ketika Kabupaten Buton dimekarkan, di mana Baubau berdiri sendiri sebagai daerah otonom dengan status Kota Administratif, jumlah TK di daerah penghasil Aspal itu hanya 42 buah. Sekarang, berkat kepemimpinan Ny Salmatiah dan dukungan seluruh jajarannya, berkembang menjadi 147 TK yang tersebar di 21 kecamatan dan diupayakan setiap desa, setiap SD, punya TK.


Atas prakarsa Ny Salmatiah pula, pembiayaan untuk pengangkatan guru-guru TK diupayakan melalui honor bupati.


‘’Dulu banyak anak-anak yang putus sekolah, sekarang tidak. Mereka ingin berlomba-lomba untuk mengabdikan dirinya di TK,’’ terang Hj Wa Ode Nana Zam’a.


Ny Salmatiah juga sangat terobsesi untuk mengangkat derajat kerajinan tangan di daerahnya agar sejajar dengan daerah lainnya yang sudah maju. Berbagai upaya dilakukannya untuk mencapai hasil tersebut, di antaranya mengikuti berbagai pameran di Jakarta dan luar negeri.


Ketua Dekranasda Buton itu juga membuat berbagai terobosan agar produk kerajinan daerahnya lebih dikenal, antara lain bekerjasama dengan pengusaha di Yogyakarta dan Solo mendesain batik dengan motif-motif khas Buton, seperti motif akik-akik, bunga rongo, naga, dan nenas.


‘’Kami menjalin kerjasama dengan pengusaha di Yogyakarta dan Solo. Kami berikan mereka motif, mereka desain bagaimana caranya supaya bisa dijadikan batik. Tapi saya yang punya ide gambarnya. Itulah tujuan saya supaya kerajinan Buton terkenal,’’ tuturnya.


Ia pun berupaya meningkatkan mutu tenunan khas daerahnya, bekerjasama dengan pengusaha di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, sehingga tenunan Buton kini sudah ada sutranya, mirip-mirip Sulsel.


Sewaktu studi banding di Bandung, pengurus PKK di daerah tersebut banyak yang tertarik tenunan Buton karena warnanya bagus. Demikian pula dengan pengurus PKK Makassar.


‘’Mereka sangat tertarik karena motifnya lain, tidak seperti di Makassar. Mereka sepertinya ingin seperti kita punya, yang banyak corak dan banyak motif,’’ jelas Ny Salmatiah.


Di samping mengikutkan dalam berbagai pameran di Jakarta dan luar negeri, Ny Salmatiah juga berupaya memperkenalkan kerajinan Buton kepada pejabat-pejabat penting di Jakarta, antara lain Andi Mallarangeng, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan, dengan memberi mereka souvenir hasil kerajinan daerahnya.


‘’Apakah nantinya dibuang atau apa, yang jelas mereka sudah mengetahui kerajinan dari daerah kami,’’ kilahnya.


Pada waktu pameran di Jakarta beberapa waktu lalu, hasil kerajinan Buton ternyata tidak kalah dengan kerajinan-kerajinan dari daerah lain. Bahkan, yang membesarkan hati Ny Salmatiah, tenunan serat nenas dari daerahnya kini sudah masuk Istana Negara. Mereka sangat antusias dan langsung memesan 6 meter saat mengunjungi stand Buton.


Masih ada satu impian yang ingin diwujudkan ibu tiga putra-putri yang energik ini, yaitu memperkenalkan pakaian adat perkawinan. Ia ingin mempromosikan pakaian adat perkawinan daerahnya melalui media nasional, khususnya majalah-majalah perkawinan.


‘’Saya sudah jahit baju, tinggal cari modelnya, supaya tidak kalah dengan daerah-daerah lain. Mudah-mudahan bisa terwujud,’’ harapnya.


Dalam membawakan peran sebagai istri bupati, ibu rumah tangga dan pemimpin beberapa organisasi, Ny Salmatiah mengakui dirinya harus pandai-pandai mengatur waktu agar semua tugas dan kegiatannya bisa terlaksana dengan baik. Dalam hal ini, ia merasa bersyukur karena didukung pengurus-pengurus PKK yang tak diragukan lagi dedikasi dan kinerjanya.


‘’Mereka sangat aktif, apalagi dalam menghadapi lomba-lomba, seperti Lomba Kesatuan Gerak PKK, Lomba Desa, Lomba Posyandu, dan lain-lain, merekalah yang berperan banyak. Tanpa mereka, saya tidak bisa berbuat apa-apa,’’ pujinya, tulus.


Perempuan yang sering terjun di lapangan dan langsung berhubungan dengan masyarakat ini berharap, mudah-mudahan perempuan Buton nantinya tidak terpuruk lagi seperti pada zaman-zaman dahulu. Dan, yang melegakan hatinya, saat ini sudah ada beberapa perempuan Buton yang memegang jabatan penting, baik di pemerintahan maupun legislatif.


Ditanya tentang rencananya ke depan, Ny Salmatiah mengaku ingin terjun ke dunia politik. Saat ini sudah banyak parpol yang menawarinya, tapi ia masih pikir-pikir karena di samping masih mendampingi suami sebagai istri bupati, juga sibuk dalam kegiatan PKK.


‘’Nanti kalau sudah selesai masa jabatan bapak atau setelah pensiun sebagai PNS, saya akan masuk partai. Insya Allah,’’ pungkasnya. (nining)