29 Oktober 2008

Wisata Muna Bisa Seperti Bali


Danau Napabale


BALI merupakan salah satu daerah di Indonesia yang paling berhasil mengembangkan potensi wisata dan budayanya. Tak heran bila pejabat-pejabat dari daerah lain menjadikan Bali sebagai acuan dalam upaya memajukan sektor pariwisata di daerahnya masing-masing.


Di antara mereka itu, tak terkecuali H Hasanuddin Rabali SH, M.Si. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Muna, Sultra, ini, beberapa obyek wisata di Bali pada awalnya tidak terkelola dengan baik. Tapi karena adanya dukungan dari pemerintah dan seluruh masyarakat, Bali kini menjadi salah satu daerah yang pendapatannya tertinggi di Indonesia dan banyak menciptakan lapangan kerja bagi masyarakatnya.


‘’Kami ingin seperti itu juga. Dengan berkembangnya sektor pariwisata, mungkin sektor-sektor ekonomi lainnya akan ikut dengan perkembangan pariwisata. Jadi, salah satu harapan saya ke depan, sektor pariwisata ini menjadi sektor unggulan dari semua dinas,’’ ujar Hasanuddin.


Pria berusia 47 tahun ini mengakui, pihaknya kini sedang mengadakan identifikasi dan klarifikasi tentang obyek wisata dan seni budaya yang ada di daerahnya. Dan setelah melihat kondisi yang ada, beberapa obyek wisata dan budaya yang perlu dikembangkan antara lain obyek wisata danau atau sejarah, obyek wisata buatan dan obyek wisata kuliner.


Ada beberapa obyek wisata sejarah atau danau yang sangat menarik di Kabupaten Muna. Dari 126 obyek, 78 obyek di antaranya mempunyai potensi dan nilai strategis mendukung pembangunan daerah.


‘’Dari 78 obyek tersebut, ada 8 yang menjadi skala prioritas kita di tahun 2009. Antara lain wisata belanja di Desa Masalili yang terkenal dengan tenunan khas Muna, obyek wisata sejarah atau situs di Gua Liang Kobori, obyek wisata Danau Napabale, serta festival layang-layang internasional yang sudah dikenal dunia sejak 1996,’’ beber Hasanuddin.


Saat ini obyek wisata yang paling banyak dikunjungi masyarakat adalah Danau Napabale. Hampir setiap hari masyarakat Kabupaten Muna dan masyarakat dari kabupaten-kabupaten lain di sekitarnya mengunjungi obyek wisata tersebut. Selain dekat dengan kota, danau yang sangat indah dan tenang itu juga mempunyai nilai historis, di mana pada zaman dulu merupakan tempat bertemunya pembeli dan penjual dari beberapa pulau.


Pihaknya juga sudah mencari dan menggali kembali potensi seni budaya yang selama ini tidak dikembangkan lagi atau cenderung tidak berkembang. Festival layang-layang yang diselenggarakan secara rutin setiap tahunnya, ia anggap sebagai momen yang sangat bagus untuk memperkenalkan dan mempromosikan potensi tersebut. Karena itu, ia mengharapkan pada sanggar-sanggar atau pemuka budaya, agar mengembangkan dan memunculkan lagi untuk memberikan hiburan pada tamu-tamu yang datang.


Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang dipimpin Hasanuddin baru beberapa bulan terbentuk, tepatnya pada 12 Desember 2007. Namun semua stoke holder, termasuk pemerintah dan legislatif, sangat mendukung pengembangan pariwisata Kabupaten Muna. Hal itu dapat dilihat dari anggaran yang dialokasikan untuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dari Rp 300 juta meningkat menjadi Rp 1,6 miliar.


Kenyataan tersebut menumbuhkan optimisme pada diri Hasanuddin bahwa pariwisata Kabupaten Muna nantinya akan sama seperti Bali. Apalagi saat ini Pemkab Muna sedang giat-giatnya mempercepat penyelesaian pembangunan bandara Sugimanuru, yang direncanakan selesai akhir tahun ini. Jika pembangunan bandara tersebut sudah rampung, wisatawan bisa langsung ke Muna, tidak perlu lagi turun di Kendari dan bermalam di ibukota Provinsi Sultra itu.


Mengingat kondisi geografis Muna, sarana transportasi memang sangat dirasakan urgensinya dalam upaya mengembangkan sektor wisata, baik transportasi darat, laut maupun udara. Namun tak kalah pentingnya adalah kesiapan masyarakat menerima wisatawan, karena tanpa dukungan masyarakat dalam memberikan keamanan dan ketertiban, tidak akan berhasil.


‘’Sektor perhotelan dan restoran juga sudah mulai kita benahi, dan insya Allah satu persatu akan kita sesuaikan dengan standar hotel pada tingkat nasional atau daerah, paling tidak hotel itu masuk pada klasifikasi melati 1 atau melati 2,’’ terangnya.


Setelah menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Hukum Unhas pada 1985, Hasanuddin merantau ke Sultra dan diterima bekerja di Kandep Transmigrasi pada 1986. Kurang lebih 22 tahun ia meniti karier di Kandep Transmigrasi. Usai mengikuti jenjang pendidikan tingkat spamen pada tahun 2001, putra Sulsel ini mendapat amanah menduduki jabatan Kepala Dinas Nakertrans selama kurang lebih 8 tahun.


Pada 1988, Hasanuddin pulang kampung, mencari gadis yang dipacarinya sejak semester II. Saat itu sang idaman hati kuliah di Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin. Setelah ketemu dan masih ada kecocokan, ia kemudian menikahinya.


‘’Alhamdulillah, sampai hari ini mudah-mudahan hanya satu (istri, red),’’ kunci bapak tiga anak yang hobi tenis meja ini. (Nining)

Tidak ada komentar: