25 September 2008

Bangga Membela Timnas Indonesia


Profil Syamsul Haeruddin

UNTUK saat ini, Syamsul ‘Nedved’ Haeruddin adalah satu-satunya pesepakbola kebanggaan warga Makassar khususnya dan Sulsel pada umumnya. Betapa tidak. Dari sekian banyak pemain yang membela PSM Makassar, atau pemain-pemain berbakat lainnya yang berasal dari daerah ini, dia-lah yang langganan membela tim nasional Indonesia di berbagai event.
‘’Saya sangat senang dan bangga, tetapi bukan berarti harus menyombongkan diri di antara teman-teman. Karena saya menyadari, tanpa dukungan teman-teman maka tidak akan mungkin bisa berbuat maksimal,’’ aku Syamsul, yang membela PSM dan Timnas Indonesia sejak usia 18 tahun.
Pemain yang ingin melanjutkan kuliahnya di STIEM Bongaya ini mengungkapkan, pada awalnya dirinya tidak percaya ketika dipanggil untuk memperkuat timnas dan bergabung dengan pemain-pemain top lainnya, karena saat itu masih banyak pemain senior yang - menurutnya - punya kualitas lebih baik.
‘’Saat itu masih banyak pemain yang memiliki kualitas lebih baik dibanding saya. Bagi saya, hal ini cukup menantang, sehingga kondisi tersebut membuat saya lebih termotivasi untuk lebih giat dan disiplin dalam berlatih,’’ terangnya.
Menanggapi kemungkinan timbulnya rasa cemburu dari rekan-rekannya di PSM karena dirinya selalu dipanggil membela Tim Merah Putih, suami Amanda ini meragukan hal tersebut. Menurutnya, rekan-rekannya justru memberikan respon positif dan mendukung sepenuhnya.
‘’Teman-teman justru memberikan motivasi kepada saya, sebab mereka menganggap kehadiran saya di timnas merupakan kebanggaan tersendiri bagi Sulsel,’’ ucapnya.
‘’Selain itu, dukungan teman-teman di PSM juga sangat berarti ketika kita menjalani suatu pertandingan,’’ tambahnya.
Sebagai teman, kata Syamsul, memang sudah seharusnya saling mendukung. Karena itu, ia pun selalu memberikan semangat kepada teman-temannya bahwa mereka pun bisa seperti dirinya sepanjang ada kemauan.
Ketika pertama kali tampil membela timnas yunior di Brunai Darussalam, Syamsul awalnya merasakan beban mental, namun akhirnya mampu mengatasi semua kendala yang dihadapinya, sehingga timnas yunior Indonesia meraih prestasi puncak.
‘’Meskipun saat itu baru pertama kali diberikan kesempatan untuk tampil membela tim kebanggaan Indonesia, tetapi tim kami mampu tampil dengan penuh motivasi hingga akhirnya berhasil mempersembahkan gelar juara,’’ ungkapnya, bangga.
Seperti kebanyakan pemain lainnya, Syamsul mengasah kemampuannya mengolah si kulit bundar dari berbagai pertandingan antar kampung (tarkam). Hal itu dilakoninya saat masih duduk di bangku SMP.
Syamsul sendiri mengenal dunia sepakbola sejak kelas empat SD. Bakat bermain bola yang dimilikinya dipantau khusus oleh sang ayah.
‘’Bapaklah yang pertama kali memberikan motivasi kepada saya, dan beliau pulalah pemandu bakat saya yang pertama. Bapak memang pemain bola dan saya pun tertarik dengan bola hingga betul-betul menggeluti dengan penuh kesungguhan,’’ akunya.
Penampilan Syamsul di level tarkam lambat laun mengorbitkan namanya, sehingga
pemain kelahiran Limbung, Gowa, ini mulai dikenal dan jadi pembicaraan pencinta bola. Ujung-ujungnya, Syamsul dipanggil untuk memperkuat Persigowa Yunior.
Namun, Syamsul menganggap dirinya belum ada artinya dibanding yang lainnya, dan ia masih ingin berprestasi lebih tinggi lagi. Karena itu, ia kemudian menggali ilmu lagi dan belajar teknik bermain bola yang baik di Makassar Football School (MFS) pada 1999/2000.
Pada 2000/2001, perjalanan Syamsul meniti karier di lapangan hijau menampakkan titik terang. Setelah menjalani tahapan seleksi yang cukup ketat, akhirnya ia dipercaya bergabung dengan tim Juku Eja PSM Makassar.
‘’Saat itu saya memberanikan diri ikut seleksi, dengan prinsip bahwa berusaha semaksimal mungkin serta berdoa kepada Allah SWT adalah segalanya. Kalau toh akhirnya diterima, Alhamdulillah, dan jika tidak, maka tetap harus berupaya,’’ terangnya.
Menurut Syamsul, orang tuanya tidak tahu sama sekali saat dirinya ikut seleksi karena ia memang sengaja tidak menyampaikan hal itu. Makanya, orang tuanya tidak percaya ketika dirinya dinyatakan lolos seleksi di PSM, yang waktu itu masih ditangani pelatih asing, Manuel Vega.
‘’Kedua orang tua saya mengetahui tentang pemain yang lolos seleksi lewat pengumuman di koran, dan mereka belum juga percaya bahwa saya yang lolos. Malah mereka berdua selalu bertanya, siapa ini Syamsul … siapa ini Syamsul,’’ ujar Syamsul sembari tertawa membayangkan tingkah orang tuanya.
Kedua orang tuanya baru yakin Syamsul lolos seleksi ketika putranya yang kini jadi kebanggaan keluarga itu mempersiapkan diri untuk bergabung dengan teman-teman lainnya di mess PSM.
‘’Akhirnya orang tua percaya karena saya minta pakaian yang akan saya bawa ke mess. Orang tua seketika terharu dan menangis. Soalnya, bergabung dengan tim Juku Eja pada masa itu merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri karena PSM adalah tim besar dan berprestasi bagus di pentas sepakbola nasional. Apalagi materi pemain yang dimiliki cukup berkelas, di antaranya ada Mirobaldo Bento,’’ papar Syamsul.
Kapten PSM ini merasa terpukul dengan kegagalan timnya menembus babak delapan besar Liga Indonesia XIII/2007, namun dia menerimanya dengan lapang dada. Menurut dia, tidak ada yang perlu disesali karena semuanya telah dijalankan sebagaimana mestinya. Hanya saja, dewi fortuna belum memihak tim Juku Eja.
‘’Yang terpenting sekarang adalah bagaimana persiapan menghadapi Superliga 2008. Saya sendiri mempunyai misi dan ambisi pribadi yang harus direalisasikan, yaitu mempersembahkan tahta juara untuk PSM. Ini merupakan cita-cita saya sejak kecil, jauh sebelum bergabung dengan tim Juku Eja,’’ tegasnya.
Disinggung tentang prestasi dan kondisi persepakbolaan di Indonesia, bapak seorang putri bernama Almevira Kesya Dasya ini secara tegas menyatakan belum bisa bersaing dengan negara lainnya yang memiliki pemain serta tim yang hebat dan profesional.
Alasannya, wasit yang memimpin pertandingan belum profesional dan terkadang sangat jelas keberpihakannya kepada tim lain yang dikehendakinya. Selain itu, kesadaran suporter juga masih rendah serta sering berbuat ulah dan anarkis.
‘’Jika sepakbola Indonesia mau maju, semua itu perlu dibenahi secara proporsional dan profesional oleh seluruh pihak yang berkompeten,’’ saran Syamsul, yang sangat bersyukur karena kesadaran penonton di Sulsel sedikit mulai membaik dan berharap hal itu dijaga, kalau perlu lebih ditingkatkan lagi.
Pemain yang diincar klub besar seperti Persija Jakarta, Persipura Jayapura, dan Arema Malang ini sudah punya rencana jika nanti pensiun dari sepakbola. Ia ingin menjadi pelatih dan menyalurkan segala kemampuan serta pengalaman yang dimilikinya demi kemajuan sepakbola di Sulsel pada khususnya dan Indonesia secara umum.
‘’Tapi untuk sekarang ini, saya masih tetap akan bermain bola hingga batas kemampuan yang diberikan oleh Allah SWT. Apalagi rata-rata pemain bola bisa berkarier sampai batas usia 32 hingga 35 tahun. Selama kesehatan masih menunjang, kenapa tidak kita manfaatkan untuk berbuat yang lebih baik,’’ kilahnya mengakhiri perbincangan. (wahyudin)


Biodata
Nama : Syamsul Haeruddin
TTL : Parangloe, Limbung, Gowa, 9 Februari 1983
Alamat : Jl. Alauddin Mangasa, Kompleks Pesona Mutiara Indah No. 11 A Sungguminasa, Gowa
Istri : Andi Mega Satri (Amanda)
Anak : Almevira Kesya Dasya

Prestasi
- Kapten Timnas Yunior (U-18)
- Membawa Timnas Yunior Juara I di Brunai Darussalam
- Membawa Timnas Runner Up di Piala Tiger, 2002
- Membawa PSM Runner Up Dua Kali
- Tampil di Pra Piala Dunia
- Tampil di Piala Asia

Tidak ada komentar: