05 Desember 2008

Tekad Empat Bupati Bentuk Provinsi Baru

RAPAT akbar yang mempertemukan empat kepala daerah di wilayah Buton Raya, yaitu Walikota Baubau MZ Amirul Tamim, Bupati Buton H.L.M Sjafei Kahar, Bupati Wakatobi Ir Hugua, dan Bupati Buton Utara yang diwakili Sekda Drs H La Ode Hasirun, serta anggota DPRD masing-masing daerah, berlangsung di auditorium Palagimata, Baubau, Minggu, 4 Mei 2008.


Pertemuan bersejarah ini disaksikan Wakil Ketua DPD RI Laode Ida, Anggota DPR RI Laode Djeni Hasmar, H Ahmad Saur Panjaitan, Tim Konsultan Depdagri, Anggota DPRD Sultra Dapil Buton Drs Ryha Madi, Drs La Atjeh Amin, Dr Amin Nompo, Rasyid Syawal, Hermanto SH, Biro Pemerintahan Sultra, serta seluruh elemen masyarakat Buton Raya, termasuk mereka yang datang dari perantauan.


Pertemuan tersebut merupakan awal sebuah proses penyatuan persepsi untuk membentuk Provinsi Buton Raya yang sudah lama dinanti-nantikan masyarakat. Dan, keempat pemimpin daerah tersebut menyatakan sepakat dan tekad untuk mempercepat pembentukan Provinsi Buton Raya.


‘’Pertemuan ini merupakan rahmat bagi semua masyarakat Buton Raya, menyambut keinginan masyarakat untuk membentuk provinsi baru,’’ ungkap Bupati Wakatobi, Ir Hugua.


Sebagai bentuk dukungan Kabupaten Wakatobi terhadap pembentukan Provinsi Buton Raya, jelas Hugua, jauh sebelumnya pihaknya sudah mempersiapkan diri sebagai daerah pendukung serta menjadikan Wakatobi sebagai surganya Provinsi Buton Raya, dengan membuka akses pintu ekonomi masyarakat.


Seperti halnya Bupati Wakatobi, Sekda Buton Utara, Drs H La Ode Hasirun, juga menegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat Kabupaten Buton Utara mendukung penuh terbentuknya Provinsi Buton Raya. Hanya saja, pihaknya saat ini masih fokus pada persoalan pembangunan di daerahnya, utamanya mengenai pemindahan ibukota Kabupaten Buton Utara.


Sedangkan Bupati Buton, H.L.M Sjafei Kahar, menyatakan sudah saatnya Buton Raya dimekarkan menjadi sebuah provinsi, sehingga pendekatan pelayanan kepada masyarakat di wilayah ini semakin maksimal dan konsentrasi pembangunan dapat berjalan baik.


Menurut dia, pembangunan yang sangat berbeda jauh antara wilayah daratan dan kepulauan membuat seluruh komponen masyarakat bangkit memperjuangkan pembentukan Provinsi Buton Raya.


‘’Semangat pembentukan Provinsi Buton Raya sudah menjadi komitmen bersama, bukan saja masyarakat di wilayah Buton Raya, namun juga masyarakat Buton di luar daerah, yang sangat merindukan terbentuknya provinsi baru ini,’’ paparnya, seraya menambahkan pihaknya menghormati keputusan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Bombana yang tidak mau bergabung dengan Buton Raya.


Sementara itu, Kabupaten Muna yang juga mengirimkan utusannya dan diwakili Asisten I, Drs La Muda Ronga, menyatakan masih ragu-ragu untuk bergabung dengan Provinsi Buton Raya.


Di antara pemimpin daerah yang menghadiri pertemuan tersebut, Walikota Baubau, MZ Amirul Tamim, secara terang-terangan menyatakan kesiapan daerahnya sebagai ibukota Provinsi Buton Raya, karena semua yang menjadi persyaratan sudah dimiliki oleh Kota Baubau.


Dia menyebutkan, semua potensi yang dimiliki Kota Baubau, mulai dari infrastruktur pemerintahan, aktivitas ekonomi baik melalui pelabuhan laut maupun udara, serta fasilitas lainnya sudah disiapkan untuk menyongsong Buton Raya.


‘’Kota Baubau sangat siap menjadi ibukota Provinsi Buton Raya yang diidamkan masyarakat, dan tidak ada lagi yang bisa menghalangi Buton Raya menjadi sebuah provinsi dan Kota Baubau sebagai ibukotanya,’’ tandas Amirul Tamim.


Janji Leluhur

Bisa jadi, tanpa disadari, perjuangan membentuk Provinsi Buton Raya merupakan salah satu upaya mewujudkan janji leluhur Buton masa lalu, yang menyatakan bahwa suatu saat negeri ini akan menjadi negeri yang disegani. Namun, harapan tersebut akan terwujud jika seluruh pemimpin bersatu padu dan bergandengan tangan memikirkan masa depan negeri dan masyarakat.


Negeri Buton memiliki kekayaan yang melimpah, tetapi masih terkubur di perut bumi. Konon, semuanya akan bermunculan jika seluruh masyarakat hidup rukun dan damai, yang diawali dengan bersatu padunya para pemimpin negeri di jazirah Buton.


Pertemuan bersejarah di Palagimata yang melibatkan tokoh-tokoh penting dari berbagai daerah di jazirah eks Kesultanan Buton dan disaksikan seluruh elemen masyarakat, mungkin salah satu indikasi bakal terwujudnya janji para leluhur.


Sekarang saja, di beberapa daerah telah muncul kekayaan yang terpendam itu. Salah satunya adalah tambang aspal, yang mengangkat nama Buton menjadi terkenal hingga ke daerah lain, bahkan manca negara.


Potensi tambang lainnya yang kini muncul dari perut bumi adalah nikel. Dan, tidak tertutup kemungkinan yang lainnya segera bermunculan pula, misalnya mangan, minyak bumi, batubara, emas, dan uranium. Kesemuanya itu, tentunya menjanjikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat di jazirah Butuuni. (rustam)

Lambusango, Sangat Ideal untuk Petualangan

HUTAN lindung Lambusango di wilayah Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, menjadi kebanggaan bagi masyarakat setempat. Selain memiliki keanekaragaman hayati yang menarik perhatian dunia internasional, juga sangat penting bagi kehidupan masyarakat Buton secara umum karena berperan sebagai sumber mata air.


Terletak pada Garis Wallacea, kawasan Konservasi Hutan Lambusango kaya akan keanekaragaman serta keaslian flora dan fauna endemic. Operation Wallacea yang berpusat di Inggris telah mengembangkan hutan lindung ini sebagai kawasan ecoturism yang berbasis ilmu pengetahuan dan konservasi, di mana setiap tahunnya menjadi laboratorium bagi ratusan mahasiswa mancanegara.


Hutan lindung ini juga dikelilingi oleh laut dengan pemandangan bawah laut yang memesona. Kawasan yang sangat ideal untuk aktivitas petualangan seperti trekking, bird watching, dan camping ini terletak sekitar 60 km dari Kota Baubau dan dapat dicapai dengan kendaraan umum.


Aktivitas ecoturism dengan menggunakan Labundo-bundo sebagai home base, telah mendatangkan wisatawan atau volunteer di bawah Operation Wallacea ratusan orang setiap tahunnya.


‘’Kita harus bangga memiliki hutan Lambusango yang sangat kaya dengan sumber daya hayati yang sangat penting bagi warisan dunia. Dengan melestarikan hutan Lambusango, kita telah turut serta menyelamatkan bumi,’’ terang Bupati Buton, H.L.M Sjafei Kahar.


Pemerintah Kabupaten Buton, papar Sjafei Kahar, sangat mendukung Program Konservasi Hutan Lambusango (PKHL) yang selama ini digagas oleh Operation Wallacea, yang telah memberikan semangat pelestarian hutan Lambusango.


Sayangnya, masih ada juga pihak yang belum sadar akan pentingnya kelestarian. Buktinya, meskipun ada sanksi hukum yang berat bagi yang melakukan pengrusakan hutan Lambusango, namun masih banyak pelanggaran yang terjadi hingga kini.


Untuk itu, Sjafei Kahar memberikan peringatan keras kepada penguasa wilayah, khususnya di kecamatan, serta mengajak semua pihak untuk menjaga dan memperhatikan kelestarian hutan. Orang nomor satu di Kabupaten Buton ini bahkan mengancam akan memberhentikan camat di wilayah yang terjadi kerusakan hutan.


‘’Jika terjadi kerusakan hutan, camat yang berkuasa di wilayah kerusakan hutan itu akan saya nonjob-kan,’’ tegasnya.


Menurut Direktur Operation Wallacea Trus, Dr Edi Purwanto, pelestarian hutan memang membutuhkan kolaborasi dari semua pihak, dan apa yang diungkapkan Bupati Buton itu sebagai wujud keseriusan Pemerintah Kabupaten Buton dalam menjaga kelestarian hutan.


Obyek Wisata Lain

Selain hutan lindung Lambusango, Kabupaten Buton juga menyimpan sejumlah besar obyek dan daya tarik wisata yang cukup memikat, khususnya potensi obyek dan daya tarik wisata budaya serta alam bahari.


Pantai Laompo

Pantai berpasir putih ini terletak di Desa Laompo, Kecamatan Batauga, kurang lebih 28 km dari Kota Baubau, dan dapat dicapai dengan kendaraan umum selama kurang lebih 30 menit.


Sambil bersantai di bawah naungan gazebo, wisatawan dapat menyaksikan atraksi voli pantai atau menikmati sunset, atau mencicipi hidangan khas pantai Laompo yang diyakini berkhasiat bagi kesehatan tubuh, yakni kelapa muda bakar dan ubi jalar.


Bagi wisatawan yang ingin menghabiskan malam di pantai, tersedia akomodasi Graha Wisata.


Kawasan Basilika

Kawasan pengembangan terpadu BASILIKA (Pantai Batauga, Siompu, Liwu Tongkidi, dan Kadatua) memiliki gugusan terumbu karang dan keragaman biodiversity yang terhampar di gugusan pulau-pulau tersebut, termasuk Pulau Batu Atas dan Pulau Kawi-Kawia.


Kawasan BASILIKA saat ini menjadi destinasi wisata unggulan Kabupaten Buton dengan beberapa pertimbangan. Pertama, kondisi terumbu karangnya relatif masih baik dan serupa dengan struktur terumbu karang Wakatobi dan Taka Bonerate yang bersebelahan dengan kawasan ini. Kedua, Basiliki menjadi pilihan lokasi selam bagi divers, selain tujuan selam di Sulsel (Taka Bonerate), Wakatobi ataupun Bunaken.


Liwu Tongkidi

Pulau Liwu Tongkidi merupakan pulau kecil seluas 1.000 km, dengan iklim tropis dan rata-rata curah hujan 2.000 mm/tahun. Pulau ini termasuk dalam kawasan pengembangan Terpadu BASILIKA (Batauga, Siompu, Liwu Tongkidi, dan Kadatua) di Kabupaten Buton.


Pulau kecil yang dikelilingi pasir putih ini memiliki kekayaan bawah laut berupa keanekaragaman terumbu karang dan biota laut yang masih dalam kondisi terjaga dari campur tangan manusia. Pulau ini mudah dijangkau dari Pelabuhan Baubau, sekitar 15 menit dengan speed boat.


Rumah Adat Banua Wolio

Banua Wolio artinya Rumah Adat Buton, yang mempunyai nama berbeda menurut status penghuni yang tinggal di dalamnya. Dalam status sosial kemasyarakatan, Rumah Adat Buton tersebut terbagi atas :


- Kamali atau Malige untuk tempat tinggal Sultan.

- Rumah Pejabat Kesultanan.

- Rumah masyarakat umum.


Rumah ini pada umumnya dibagi menjadi 3 (tiga) ruangan. Masing-masing ruangan memiliki fungsi sebagai berikut :

- Ruang depan untuk tamu laki-laki.

- Ruang tengah untuk tamu perempuan

- Ruang belakang untuk kamar tidur.


Pesta Adat Pekakande-Kandea

Pekakande-Kandea adalah suatu acara tradisional warisan leluhur Suku Buton yang lahir dan bermula sebagai nazar/syukuran dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, khususnya bagi para remaja putri yang zaman dahulu hidup dalam keterikatan adat pergaulan yang tertutup serta didewasakan dengan sopan santun adat yang ketat.


Dalam tradisi unik ini, disajikan beraneka penganan kecil tradisional yang diletakkan di atas sebuah talam besar yang terbuat dari kuningan dan ditutup dengan tudung saji bosara.


Dengan diiringi irama tradisional Kadandio dan Doudouna, pesta dimulai. Tamu-tamu yang hadir mengawali acara makan bersama dengan disuapi penganan oleh remaja-remaja putri yang berpakaian adat dan duduk bersimpuh di sebelah talam.


Seringkali, event ini merupakan ajang promosi remaja-remaja putri untuk mendapatkan jodoh. Selain itu, event ini merupakan arena kebersamaan rakyat untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan dalam hukum adat dan membina hubungan silaturahmi yang penuh keakraban.


Tradisi ini merupakan permainan rakyat yang diatur dengan adat serta tata krama dan sopan santun tertentu yang hingga kini masih eksis dalam kehidupan masyarakat Suku Buton. Pesta adat ini diadakan pada setiap acara Festival Keraton Buton pada 12-13 September.


Tradisi Pusuo

Dalam adat suku Buton, setiap anak perempuan yang akan memasuki usia remaja diwajibkan menjalani tradisi pingitan (Posuo) selama delapan hari delapan malam.


Kegiatan tersebut merupakan sarana dan latihan untuk menempa diri mereka. Nasehat dan pelajaran tentang nilai-nilai etika, moral dan spritual, bekal bagaimana seharusnya seorang wanita berperan, baik sebagai ibu, istri, pendamping suami maupun sebagai anggota masyarakat, diberikan pada saat itu.


Diharapkan dengan kegiatan ini nilai budaya akan tetap lestari bahkan terus meningkat dengan diberikan bobot dan muatan sesuai dengan tuntunan zaman yang dilewatinya.


Seusai proses pingitan, diadakan selamatan dengan mengundang sanak keluarga, kerabat dan handai taulan. Dalam prosesi selamatan ini digelar Tari Kalegoa yang menggambarkan suka duka gadis-gadis Buton dalam menjalani tradisi pingitan tersebut.


Hingga kini tradisi Pusuo masih tetap hidup dan lestari sejalan dengan kehidupan masyarakat suku Buton. (nining)

Hj Salmatiah, Membangun SDM Buton

SAAT menyampaikan laporan dalam perayaan melepas tahun 2007 dan menyambut tahun baru 2008, Bupati Buton Ir H.L.M Sjafei Kahar memuji aktifitas TP PKK Kab. Buton yang tidak sedikit peranannya dalam pembangunan di daerahnya.


Pujian bupati tersebut bukan semata-mata lantaran Ketua TP PKK Kabupaten Buton – Ny Hj Wa Ode Salmatiah Sjafei Kahar - adalah istrinya, tetapi karena memang sudah banyak yang diperbuat Ny Salmatiah bersama jajaran pengurusnya, seperti diakui Hj Wa Ode Nana Zam’a.


Menurut Ketua Pokja II PKK Kabupaten Buton itu, Ny Salmatiah adalah sosok yang ingin membangun dan meningkatkan SDM (Sumber Daya Manusia) di daerahnya. Salah satu upayanya yang sangat menonjol adalah pembangunan gedung Taman Kanak-Kanak (TK) lewat dana PPK di setiap desa.


Ketika Kabupaten Buton dimekarkan, di mana Baubau berdiri sendiri sebagai daerah otonom dengan status Kota Administratif, jumlah TK di daerah penghasil Aspal itu hanya 42 buah. Sekarang, berkat kepemimpinan Ny Salmatiah dan dukungan seluruh jajarannya, berkembang menjadi 147 TK yang tersebar di 21 kecamatan dan diupayakan setiap desa, setiap SD, punya TK.


Atas prakarsa Ny Salmatiah pula, pembiayaan untuk pengangkatan guru-guru TK diupayakan melalui honor bupati.


‘’Dulu banyak anak-anak yang putus sekolah, sekarang tidak. Mereka ingin berlomba-lomba untuk mengabdikan dirinya di TK,’’ terang Hj Wa Ode Nana Zam’a.


Ny Salmatiah juga sangat terobsesi untuk mengangkat derajat kerajinan tangan di daerahnya agar sejajar dengan daerah lainnya yang sudah maju. Berbagai upaya dilakukannya untuk mencapai hasil tersebut, di antaranya mengikuti berbagai pameran di Jakarta dan luar negeri.


Ketua Dekranasda Buton itu juga membuat berbagai terobosan agar produk kerajinan daerahnya lebih dikenal, antara lain bekerjasama dengan pengusaha di Yogyakarta dan Solo mendesain batik dengan motif-motif khas Buton, seperti motif akik-akik, bunga rongo, naga, dan nenas.


‘’Kami menjalin kerjasama dengan pengusaha di Yogyakarta dan Solo. Kami berikan mereka motif, mereka desain bagaimana caranya supaya bisa dijadikan batik. Tapi saya yang punya ide gambarnya. Itulah tujuan saya supaya kerajinan Buton terkenal,’’ tuturnya.


Ia pun berupaya meningkatkan mutu tenunan khas daerahnya, bekerjasama dengan pengusaha di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, sehingga tenunan Buton kini sudah ada sutranya, mirip-mirip Sulsel.


Sewaktu studi banding di Bandung, pengurus PKK di daerah tersebut banyak yang tertarik tenunan Buton karena warnanya bagus. Demikian pula dengan pengurus PKK Makassar.


‘’Mereka sangat tertarik karena motifnya lain, tidak seperti di Makassar. Mereka sepertinya ingin seperti kita punya, yang banyak corak dan banyak motif,’’ jelas Ny Salmatiah.


Di samping mengikutkan dalam berbagai pameran di Jakarta dan luar negeri, Ny Salmatiah juga berupaya memperkenalkan kerajinan Buton kepada pejabat-pejabat penting di Jakarta, antara lain Andi Mallarangeng, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan, dengan memberi mereka souvenir hasil kerajinan daerahnya.


‘’Apakah nantinya dibuang atau apa, yang jelas mereka sudah mengetahui kerajinan dari daerah kami,’’ kilahnya.


Pada waktu pameran di Jakarta beberapa waktu lalu, hasil kerajinan Buton ternyata tidak kalah dengan kerajinan-kerajinan dari daerah lain. Bahkan, yang membesarkan hati Ny Salmatiah, tenunan serat nenas dari daerahnya kini sudah masuk Istana Negara. Mereka sangat antusias dan langsung memesan 6 meter saat mengunjungi stand Buton.


Masih ada satu impian yang ingin diwujudkan ibu tiga putra-putri yang energik ini, yaitu memperkenalkan pakaian adat perkawinan. Ia ingin mempromosikan pakaian adat perkawinan daerahnya melalui media nasional, khususnya majalah-majalah perkawinan.


‘’Saya sudah jahit baju, tinggal cari modelnya, supaya tidak kalah dengan daerah-daerah lain. Mudah-mudahan bisa terwujud,’’ harapnya.


Dalam membawakan peran sebagai istri bupati, ibu rumah tangga dan pemimpin beberapa organisasi, Ny Salmatiah mengakui dirinya harus pandai-pandai mengatur waktu agar semua tugas dan kegiatannya bisa terlaksana dengan baik. Dalam hal ini, ia merasa bersyukur karena didukung pengurus-pengurus PKK yang tak diragukan lagi dedikasi dan kinerjanya.


‘’Mereka sangat aktif, apalagi dalam menghadapi lomba-lomba, seperti Lomba Kesatuan Gerak PKK, Lomba Desa, Lomba Posyandu, dan lain-lain, merekalah yang berperan banyak. Tanpa mereka, saya tidak bisa berbuat apa-apa,’’ pujinya, tulus.


Perempuan yang sering terjun di lapangan dan langsung berhubungan dengan masyarakat ini berharap, mudah-mudahan perempuan Buton nantinya tidak terpuruk lagi seperti pada zaman-zaman dahulu. Dan, yang melegakan hatinya, saat ini sudah ada beberapa perempuan Buton yang memegang jabatan penting, baik di pemerintahan maupun legislatif.


Ditanya tentang rencananya ke depan, Ny Salmatiah mengaku ingin terjun ke dunia politik. Saat ini sudah banyak parpol yang menawarinya, tapi ia masih pikir-pikir karena di samping masih mendampingi suami sebagai istri bupati, juga sibuk dalam kegiatan PKK.


‘’Nanti kalau sudah selesai masa jabatan bapak atau setelah pensiun sebagai PNS, saya akan masuk partai. Insya Allah,’’ pungkasnya. (nining)

Sjafei Kahar, Perjuangkan Pembentukan Provinsi Buton Raya

PADA tahun 1970-an, Buton menjadi pusat pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara. Saat itu, daerah penghasil aspal ini maju pesat pembangunannya. Tapi, setelah ibukota Provinsi Sultra dipindahkan ke Kendari, kejayaan Buton perlahan-lahan meredup.


Kondisi tersebut, di mata Ir H.L.M Sjafei Kahar, sangat memprihatinkan. Menurut dia, daerah yang memiliki sejarah masa silam yang cukup panjang ini, tidak sepantasnya dilupakan dan dianaktirikan. Karena itu, tak mengherankan bila Bupati Buton ini terobsesi untuk mengembalikan kejayaan Buton, dengan memperjuangkan pembentukan Provinsi Buton Raya.


‘’Setelah pusat pemerintahan dipindahkan ke Kendari, dalam kurun waktu 34 tahun bisa kita lihat sendiri bagaimana perbedaan pembangunan, terutama jalan, di dalam kota, sekitar kota sampai Kolaka, di mana jalanannya begitu mulus. Coba bandingkan dengan jalanan dari Baubau sampai ke Pasarwajo. Kenapa begitu? Karena anggarannya selalu diutamakan di ibukota dan sekitarnya,’’ ungkap Sjafei Kahar.


‘’Saya kira itu (pembentukan Provinsi Buton Raya, red) salah satu upaya untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Dengan demikian, kita berharap bisa membangun daerah sendiri, termasuk pulau-pulau yang lain,’’ sambung Bupati Buton itu.


Baubau, yang disebutkan Sjafei Kahar, dulu ibukota Kabupaten Buton, tapi sekarang telah berdiri sendiri sebagai Kota Administratif. Sedangkan Pasarwajo sekarang menggantikan posisi Baubau sebagai ibukota Kabupaten Buton.


Dalam upaya mewujudkan Provinsi Buton Raya, Sjafei Kahar pada 4 Maret lalu menyerahkan berkas penyusunan provinsi baru tersebut ke DPRD Sultra dan Gubernur Sultra, serta kepada Wakil Ketua DPD dan DPR RI pada 6 Maret. Pihaknya juga telah menyerahkan berkas kepada Direktur Pemerintahan Daerah pada 10 Maret, dan sekarang tinggal melengkapi.


Menurut Sjafei Kahar, saat ini ada 4 daerah otonom yang sudah mantap untuk bergabung dalam provinsi baru itu nantinya, yakni Kabupaten Buton, Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Buton Utara. Kemungkinan masih akan bertambah lagi dengan bergabungnya Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana. Khusus Bombana, memang ada masalah geografis, tapi masih ada kajian-kajian akademis.


‘’Kita sekarang tinggal mengkaji lagi masalah nama dan penempatan ibukota,’’ terang Sjafei Kahar.


Jika dua kabupaten baru terlahir lagi dari hasil pemekaran Kab. Buton, yakni Kabupaten Buton Tengah dan Kabupaten Buton Selatan, bisa jadi upaya mewujudkan Provinsi Buton Raya bakal berjalan lancar.


Diakui Sjafei Kahar, usulan pembentukan dua kabupaten baru itu telah disetujui DPRD Buton. Bagian wilayah Kabupaten Buton yang akan dimekarkan menjadi Kabupaten Buton Selatan terdiri dari Kecamatan Batauga, Sampolawa, Siompu, Siompu Barat, Kadatua, Batu Atas, dan Kecamatan Lapandewa.


Sedangkan wilayah yang akan dimekarkan menjadi Kabupaten Buton Tengah yaitu Kecamatan Lakudo, Gu, Sangia Wambulu, Mawasangka, Mawasangka Tengah, Mawasangka Timur, dan Kecamatan Talaga Raya.


‘’Tuntutan pemekaran wilayah Kabupaten Buton saat ini bukan hanya memenuhi keinginan masyarakat sesuai isyarat undang-undang, melainkan juga didasari oleh keadaan geografis wilayah Kabupaten Buton serta pertimbangan rentang kendali pelaksanaaan pemerintahan setelah terbentuknya daerah otonom Kota Baubau,’’ jelasnya.


Kondisi riil wilayah Kabupaten Buton setelah pusat pemerintahan berada di Pasarwajo, beber Sjafei Kahar, wilayah Kabupaten Buton bagian selatan dan tengah telah diantarai oleh Kota Baubau.


Konsentrasi penduduk yang sebahagian besar berada di daerah kepulauan yang jaraknya cukup jauh dari ibukota kabupaten itu berpotensi menimbulkan hambatan-hambatan ditinjau dari aspek penyelenggaraan pemerintahan, sehingga persoalan ini mempunyai dampak yang kurang efektif terhadap pelayanan masyarakat.


Selain itu, ditinjau dari aspek penduduk, luas, dan potensi wilayah, wilayah Kabupaten Buton bagian selatan dan tengah telah memenuhi syarat untuk menjadi daerah otonom sesuai amanah pasal 5 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 dan pasal 16 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 tentang persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. (nining)

Talaga, Pulau Kecil Kaya Tambang Nikel



DARI segi peta geografis, Pulau Talaga yang terdiri atas beberapa kecamatan, terpisah dari daratan Pulau Besar Buton. Pulau ini berada di barat daya – selatan dari pasar Wajo, ibukota Kabupaten Buton.


Pulau Talaga bukan hanya kaya hasil laut, termasuk pesisirnya, tetapi juga menyimpan potensi tambang yang besar, seperti nikel, yang terdapat di Desa Wulu Kecamatan Talaga Raya. Namun, potensi tersebut belum tergarap sebagaimana mestinya.


Berkat kerja keras Bupati Buton, Ir H.L.M.Sjafei Kahar, yang terus mencari investor, akhirnya awal tahun lalu, ada mitra usaha yang menanamkan modalnya untuk eksplorasi nikel di Kepulauan Talaga.


Pekerjaan eksploitasi dimulai sejak kedatangan peralatan penambangan pada 24 Agustus 2007. Setelah kurang lebih satu bulan melakukan pembangunan infrastruktur berupa pembukaan pit, pembangunan jalan tambang dan angkutan, pembangunan stockpile, pembangunan pelabuhan, serta sarana pendukung lainnya, berupa perumahan dan kantor, maka saatnya melakukan produksi.


Pekerjaan penambangan sendiri didukung kurang lebih 50 unit alat berat yang bervariasi, mulai dari dump truck hingga buldozer. Rentetan pekerjaan ini mulai dari eksploitasi, sampai pada pengapalan, yang didukung sekitar 600 tenaga kerja.


Sebagian besar tenaga kerja yang direkrut adalah putra-putri setempat, orang-orang lokal. Sampai saat ini, pihak perusahaan bahkan masih membuka peluang dan kesempatan bagi tenaga kerja lokal.


Untuk kepentingan pengapalan, pihak MV Tenshu Maru mampu memuat 50.000 metrik ton. Biji nikel dari Pulau Talaga yang diekspor ke China ini memiliki kadar sekitar 2 persen.


Bupati Buton, Ir H.L.M.Sjafei Kahar, ketika launching pengapalan nikel mengucapkan terima kasih kepada PT Arga Morini Indah dalam mengelola biji nikel sebagai aset kekayaan Kabupaten Buton.


Ekspor biji nikel ini memberikan kontribusi nyata bagi Buton, di mana setiap kali pengiriman, sekitar 50.000 ton, masuk ke PAD Buton sebesar Rp 250 juta. Dengan demikian, dalam setahun, jika pengirimannya mencapai 10 kali, Buton memperoleh pemasukan Rp 2,5 milyar.


Kapal bertonase 50.000 ton dulu tidak bisa sandar di tempat-tempat lain, termasuk Sulawesi Tenggara dan Buton. Dengan hadirnya perusahaan tambang tersebut, yang telah membangun pelabuhan, kapal-kapal bertonase ribuan ton kini sudah bisa sandar di Buton.


Menurut Sjafei, kerjasama ini sebagai upaya pemerintah kabupaten untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Buton. Apalagi, katanya, kontrak kerjasama dengan PT Arga Morini ini berlangsung selama 20 tahun. (lutfi hasmar)

Aspal Buton, Terbesar di Dunia

MENDENGAR kata Buton, biasanya persepsi kita langsung mengarah pada material untuk pembuatan jalan, yakni aspal. Tidak salah, Pulau Buton memang penghasil aspal. Menurut Bupati Buton, Ir H.L.M Sjafei Kahar, kandungan aspal yang terdapat di wilayahnya sekitar 600 juta ton, terbesar di dunia.


‘’Harga aspal Buton sangat kompetitif, bahkan jauh lebih rendah dari aspal minyak. Mutunya juga dapat dipertanggungjawabkan,’’ ungkap Sjafei Kahar.


Ada beberapa perusahaan yang mengelola aspal Buton, baik yang sudah lama beroperasi maupun yang baru memulai kegiatannya pada tahun 2002 lalu.


Menurut pihak PT Sarana Karya Banabungi, salah satu perusahaan yang menanamkan modalnya di Buton, kualitas aspal Buton yang diproduksinya sudah terbukti keunggulannya. Beberapa ruas jalan di Pulau Jawa yang menggunakan aspal Buton, kondisinya masih stabil. Padahal, setiap saat dilewati kendaraan bertonase tinggi.


Dalam upaya meningkatkan kualitas aspal Buton agar dapat bersaing dengan produksi-produksi aspal lainnya, Pemkab Buton mengajukan rancangan Perda tentang Pengaturan Pengolahan dan Produksi serta Perdagangan Antar Pulau dan Ekspor Aspal Buton.


Rancangan Perda tersebut telah ditetapkan DPRD setempat. Dalam regulasi ini, aspal Buton - setelah melalui proses pabrikasi – tidak dijual dalam bentuk ‘gelondongan’, melainkan dalam bentuk bahan setengah jadi atau bahan jadi yang dilaksanakan di tempat pengolahan dalam wilayah Kabupaten Buton.


Dampak positif lainnya yang diharapkan muncul dari kegiatan pabrikasi aspal Buton adalah terciptanya lapangan kerja serta peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Buton.


Potensi tambang lainnya yang cukup besar di Buton adalah nikel. Bahan tambang ini tersebar di Desa Wulu, Kecamatan Talaga Raya. Beberapa waktu lalu, PT Argo Morini Indah telah melakukan pengapalan perdana biji nikel sebanyak 350 ribu ton ke China.


Untuk menarik minat investor menanamkan modal di daerahnya, Bupati Buton memberikan berbagai kemudahan. Yang penting, syarat-syaratnya dipenuhi. Misalnya, melengkapi AMDAL untuk eksploitasi tambang.


‘’Kalau memenuhi syarat sesuai aturan yang berlaku, izin kita berikan. Tanpa ketemu saya pun, yang penting sudah memenuhi syarat, saya siap tanda tangan,’’ tegas Sjafei Kahar. (nining)

Buton, Semakin Maju Berkat Pemekaran Wilayah



KABUPATEN Buton merupakan salah satu pintu gerbang utama untuk masuk ke wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Daerah yang memiliki wilayah daratan seluas ± 2.488,71 km2 atau 248.871 ha dan wilayah perairan laut seluas ± 21.054 km2 ini berada di sebelah selatan jazirah Pulau Sulawesi.


Selama kurang lebih 5 tahun pasca pemekaran wilayah, pelbagai kemajuan dan peningkatan telah dicapai dan cukup menggembirakan. Namun, hal itu tidak berarti target capaian kinerja semua pihak telah terpenuhi.


‘’Kita masih dituntut untuk bekerja lebih baik lagi, meningkatkan kinerja kita, terutama kemampuan dan profesionalisme setiap aparatur,’’ aku Bupati Buton, Ir H.L.M Sjafei Kahar.


Beberapa kemajuan yang telah dicapai Kabupaten Buton pasca pemekaran wilayah, dapat dilihat pada pelbagai bidang strategis. Di bidang pembangunan ekonomi, misalnya, perekonomian domestik Kabupaten Buton sejak 2002 hingga 2006 memperlihatkan pertumbuhan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.


Pertumbuhan ekonomi pada 2002 yang mencapai 3,99 %, mengalami peningkatan menjadi 6,94 % pada 2006. Pertumbuhan tersebut terutama didukung oleh sektor pertambangan dan penggalian.


Sesuai data, sektor pertambangan dan penggalian pada 2002 mencapai besaran 5,54 %, dan pada 2006 meningkat menjadi 30,95 %, sementara sektor-sektor lainnya mengalami penurunan dan kenaikan yang fluktuatif.


Seiring dengan itu pula, PDRB perkapita sebagai salah satu indikator tingkat kemakmuran juga meningkat dari tahun ke tahun. PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2002 sebesar Rp 2.635.021,40, meningkat menjadi Rp 4.294.644,21 pada 2006.


‘’Peningkatan kinerja bidang ekonomi tersebut di samping didukung oleh makin lengkapnya sarana dan prasarana perekonomian, serta kerja keras masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya, juga sebagai dampak positif dari pemekaran wilayah yang memungkinkan pemerintah lebih memfokuskan program dan penanganan permasalahan dengan cepat,’’ terang Sjafei Kahar.


Di bidang pendidikan, perkembangan sarana dan prasarana pendidikan pun menunjukkan peningkatan dan kemajuan pada semua tingkatan pendidikan. Pada 2003, jumlah sekolah Taman Kanak-Kanak hanya 57 unit, meningkat menjadi 108 unit pada 2006. Sekolah Dasar (SD) pada 2003 sebanyak 238 unit, meningkat menjadi 246 unit pada 2005. Demikian pula halnya dengan SLTP.


Khusus pendidikan tingkat SLTA, yang semula hanya berjumlah 3 unit SLTA negeri, telah berkembang menjadi 17 unit pada 2006. Perkembangan jumlah unit sekolah tersebut diikuti pula dengan meningkatnya jumlah anak didik.


Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan pendidikan adalah masih minimnya jumlah guru, terutama pada tingkat pendidikan dasar (SD). Walaupun secara rata-rata 8 orang guru per sekolah, namun pada beberapa SD masih ditemukan jumlah guru 3 orang per sekolah.


‘’Semua ini perlu menjadi perhatian kita untuk melengkapinya melalui pengangkatan guru-guru SD yang baru pada setiap penerimaan pegawai,’’ ujar Sjafei Kahar.


Di bidang kesehatan, lanjut Sjafei Kahar, jumlah fasilitas kesehatan, terutama Puskesmas dan Poskesdes, walaupun masih dalam jumlah terbatas dibandingkan dengan jumlah penduduk yang dilayani, namun dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan dan peningkatan.


Pada 2005, jumlah Puskesmas induk 2 unit, meningkat menjadi 25 unit pada 2006, sedangkan Posyandu meningkat menjadi 343 buah, dari semula sebanyak 330 buah.


Sebagai upaya untuk memberikan pelayanan secara merata kepada masyarakat, terutama pada tingkat pedesaan, beberapa Polindes ditingkatkan fungsinya menjadi Pos Kesehatan Desa (Poskendes).


Untuk efektifitas kelancaran tugas, pelayanan kesehatan, masing-masing Puskesmas dilengkapi pula dengan fasilitas kendaraan roda empat yang berfungsi sebagai Puskesmas Keliling yang saat ini berjumlah 18 unit.


‘’Permasalahan yang dihadapi pembangunan bidang kesehatan adalah minimnya tenaga dokter maupun tenaga medis. Sebagaimana halnya dengan permasalahan bidang pendidikan, kekurangan tenaga dokter dan tenaga medis di Kabupaten Buton akan tetap diupayakan melalui penempatan Dokter PTT dan pengangkatan tenaga medis baru pada setiap adanya jatah pegawai baru,’’ tutur Sjafei Kahar.


Sementara itu, anggaran pendapatan Kabupaten Buton tahun anggaran 2007, setelah diadakan perubahan mencapai Rp 380.013.946.000. Yakni terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 9.148.733.000, Dana Perimbangan Rp 361.642.213.000, dan lain-lain pendapatan yang sah Rp 9.223.000.000.


Kontribusi tebesar PAD Kabupaten Buton adalah retribusi daerah yang mencapai Rp 2.368.002.000, sementara yang terkecil jumlahnya adalah pajak daerah, hanya mencapai Rp 814.120.000. Namun demikian, besaran PAD Kabupaten Buton TA 2007 menunjukkan bahwa PAD hanya memberikan kontribusi sebesar 2,41 % terhadap total pendapatan daerah.


Mencermati kondisi PAD tersebut, berarti APBD Kabupaten Buton masih mengandalkan dan tergantung pada dana perimbangan, terutama dana alokasi umum, yang pada 2007 berjumlah Rp 290.634.000.000.


‘’Masih rendahnya angka PAD ini mendorong kita untuk berupaya meningkatkan efektifitas pelaksanaan pajak dan retribusi serta penggalian sumber-sumber pendapatan daerah yang baru,’’ tekadnya.


Mengenai APBD TA 2008, Sjafei Kahar menjelaskan bahwa DPRD Kabupaten Buton telah menetapkan sebesar Rp 444.322.553.000, yang berarti naik 15,4 %, yaitu Rp 381 miliar. Pendapatan Daerah diharapkan dari PAD Rp 10.007.346.000, Dana Perimbangan Rp 433.092.207.000, dan lain-lain pendapatan yang sah Rp 1.223.000.000.


Sedangkan Anggaran Belanja Daerah (ABD) diprioritaskan untuk penanggulangan kemiskinan (mencapai anggaran 18 % dari total anggaran TA 2008); peningkatan sarana dan prasarana pendidikan (sebesar 18,2 % dari total ABD); peningkatan sarana dan prasarana serta derajat kesehatan (8,1 %); serta peningkatan dukungan infrastruktur (31,2 %) dan pelaksanaan good governance (24,5 %).


‘’Program masing-masing SKPD dalam menunjang kebijakan umum anggaran TA 2008 haruslah saling melengkapi dan bersinergi sehingga tercipta suatu kegiatan pembangunan yang komprehensif dan terintegrasi,’’ pungkas Sjafei Kahar. (nining)

Halaman Depan Kota Baubau

Halaman Depan Kota Baubau

KALI Baubau pernah menyimpan cerita indah bagi masyarakat dan Kota Baubau. Dulu, konon, sungai yang berhulu di kawasan Labalawa-waborobo ini airnya bening membiru, dalam, dan tempat berlabuh kapal-kapal phinisi maupun Lambo serta perahu-perahu dari kawasan timur Indonesia.

‘’Dilihat dari kontur dan posisi strategisnya yang menghubungkan Benteng Wolio Keraton Buton dengan laut lepas, Kali Baubau pernah berposisi sentral di zaman penjajahan silam, mungkin pusat aktivitas perekonomian, jalur distribusi dan pusat perdagangan,’’ demikian analisis Dr Suryadi ketika membawakan materi dalam Simposium Internasional Penaskahan Nusantara IX di Baubau, Agustus 2005।


Akademisi Indonesia yang mengajar di Universitas Leiden, Belanda, itu berharap nilai-nilai strategis tersebut dikembalikan ke keadaan semula. Menurut dia, nilai plus tersebut merupakan keuntungan tersendiri bagi Kota Baubau, karena jarang ada perkotaan yang memiliki sungai seperti itu.


Sejalan dengan pemikiran Dr Suryadi, Pemerintah Kota Baubau kini tengah melakukan pembenahan dan penataan di sekitar bantaran sungai, dalam upaya menjadikan sungai tersebut dan lautnya sebagai ‘halaman depan’ Kota Baubau.Berikut petikan wawancara dengan Walikota Baubau, Drs MZ Amirul Tamim, M.Si.


Bagaimana konsep pembangunan Kota Baubau dari sudut pandang keberadaan Kali Baubau?

Wah, ini bukan konsep lagi, tapi sudah dalam tataran pekerjaan. Anda bisa lihat sendiri, bagaimana penataan Kali Baubau yang dimulai sejak 2003 lalu. Mulai tanggulnya kita benahi, hingga saat ini kita persiapkan menjadi kawasan khusus yang memberi manfaat tersendiri bagi warga kota ini.


Apakah ada niat memposisikan Kali Baubau seperti halnya Pantai Kamali yang menjadi trade mark pariwisata Baubau?

Begini, harus kita sadari bahwa Kali Baubau itu anugerah Tuhan yang luar biasa, tinggal sekarang apakah kita bisa memanfaatkannya dengan baik. Termasuk dari kami sebagai pengelola pemerintahan, apakah bisa melihat kondisi Kali Baubau sebagai peluang tersendiri. Yang pasti, ibarat rumah, Kali Baubau, termasuk lautnya, dijadikan sebagai halaman depan kota ini.


Bagaimana sesungguhnya konsep Kali Baubau dan lautnya sebagai halaman depan kota?

Ibarat sebuah rumah, kalau ia menjadi halaman depan, berarti akan terjaga kebersihannya, kondisinya akan dirawat, termasuk perindangan hingga keindahannya akan terjaga dengan baik.


Dan, ini semua butuh partisipasi seluruh warga kota Baubau, khususnya penduduk yang berdiam di sekitar Kali Baubau. Kita perlu mencontoh kota-kota yang ada di laur negeri, yang justru menjadikan kali atau sungai yang membelah kota sebagai peluang tersendiri, sebab potensi besar di sana akan lahir.


Bisa digambarkan lebih detail?

Konsep membangun Kali Baubau menjadi halaman depan kota dimulai dengan penataannya sedemikian rupa, di mana sungainya akan menjadi tempat aktivitas utama, baik aktivitas ekonomi, rekreasi, maupun aktivitas lainnya.


Untuk itu, kebersihannya harus terjaga, salah satunya dengan tidak membuang sampah di sungai, sebab banyak efek negatif bisa timbul dari sana kalau kita tidak menyadari pentingnya kebersihan Kali Baubau.


Kalau semua program Kali Baubau terlaksana dengan baik, bagaimana gambarannya ke depan?

Kalau Kali Baubau sudah menjadi halaman depan kota, berarti posisi pemukiman di kawasan tersebut tentu menghadap ke kali atau sungai. Tidak seperti saat ini, di mana perumahan warga membelakangi sungai, sehingga ia menjadi ‘bagian’ belakang.


Sekarang Pemkot Baubau telah membenahi sungai tersebut dengan pembuatan taluk, di mana setiap sisinya sudah ditembok. Juga sudah dibuatkan jalanan aspal, sehingga panoramanya sudah terlihat. Pemandangannya berbeda dengan sebelumnya. Dari situ, banyak program ikutan yang bisa dijalankan di sana.


Maksudnya?

Program ikutan itu, misalnya bagaimana menumbuhkan kegiatan-kegiatan ekonomi di sekitar Kali Baubau, penyediaan area-area publik sehingga fungsi tourism-nya berjalan. Bahkan lebih dari itu. Kegiatan-kegiatan warga seperti Festival Perahu Naga bisa menjadi daya tarik wisata tersendiri, karena ini telah teragenda dengan baik oleh pengelolanya. Termasuk juga olahraga air, bisa dengan sendirinya tumbuh.


Dengan kata lain, Kali Baubau punya nilai ekonomis yang besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Baubau sendiri. Yang penting sekarang, bantu pemerintah untuk menjaga kebersihannya, sebab ini juga terkait dengan upaya kita menjadikan Baubau sebagai Kota Sehat, yang benar-benar sehat. (sadarman)